Selasa, 03 Februari 2015

Anakku, Khairan Rafi Arizal..

Bunda berharap banyak, suatu saat Rafi baca blog ini. Dan jika saat itu tiba, Rafi pasti sudah besar ya, nak? Sudah rajin membaca tentunya. Kenapa bunda katakan  rajin, bukan pintar? Karena bunda tidak  akan memuji Rafi karena nilai-nilai Rafi yang bagus di sekolah. Bunda lebih akan memuji usaha yang Rafi lakukan untuk mendapatkan nilai itu .

Saat ini bunda sedang menatap Rafi kecil berumur 6 bulan, yang sedang tidur nyenyak di sisi bunda. Belum terpikirkan oleh  bunda, akan seperti apa Rafi saat besar nanti. Apakah jadi mirip bunda, atau semakin mirip ayah?

Apakah saat Rafi membaca ini, orang-orang masih menggunakan blog untuk memposting artikel? Yang pasti bunda berharap, semoga Google masih  ngetrend di masa depan. Agar Rafi mengenal Google, agar artikel ini menempati urutan teratas saat Rafi memasukkan kata kunci nama Rafi. Dan, apakah saat itu bunda masih ada di dunia?

Rafi bobonya jelalatan.. -,- kadang nendangin perut bunda. Kadang kalo lagi minum susu, tangan Rafi sambil narik rambut bunda. Bunda sampai gemas ingin ciumin Rafi terus.

Tiap bangun tidur, Rafi selalu senyum. Rafi selalu nurut kalau mandi sama bunda. Tapi kalau minta makan atau minum, Rafi tidak sabaran. Maunya cepat-cepat. Bunda sampai kewalahan. Tapi bunda bahagia, Rafi ada terus di samping bunda.

Kalau suatu saat Rafi dengar sesuatu yang tidak menyenangkan tentang masa awal Rafi lahir, Rafi boleh mempercayainya. Karena kenyataannya memang Rafi saat itu tidak mendapatkan yang terbaik dari bunda. Karena bunda terlalu bodoh. Sampai sekarang, dan sampai kapanpun, bunda terus menyesalinya. Dan karena itu bunda menulis ini. Bunda minta maaf.. Bunda minta maaf.. Bunda minta maaf, sayang..

Tapi kalau Rafi marah, jangan lama-lama ya marahnya? Nanti bunda sedih.

Bunda sering cemburu kalau Rafi lebih sering sama mbah Dampyak. Bunda berusaha mengerti sikap mereka itu karena Rafi cucu pertama. Tapi apa mereka lupa, Rafi juga anak pertamanya bunda. Bunda yang merasakan repot saat  hamil. Bunda yang merasakan sakit saat melahirkan, dan tidak mudah juga. Empat hari, waktu yang tidak sebentar untuk proses kelahiran. Bunda ingat waktu Rafi baru lahir, kita masih di rumah sakit. Baru sebentar Rafi diantar ke kamar bunda, Rafi sudah digendong sama mbah keluar kamar. Padahal bunda belum puas natap Rafi yang masih mungil. Rafi juga kan belum belajar nenen bunda, karena begitu lahir kita tidak melakukan IMD. Karena bunda melahirkan Rafi lewat operasi. Bunda minta maaf.. :(

Yang berhak merasakan kebahagiaan menjadi ibunya Rafi, cuma bunda..
Yang berhak merasakan repot menjadi ibunya Rafi, cuma bunda..
Karena bunda ini ibunya Rafi, satu-satunya ibunya Rafi.

Dan setelah membaca ini, bunda berharap Rafi dengan tulus akan membela bunda suatu saat nanti. Karena selama ini, bunda menghadapi ini sendirian. Tapi Rafi tetap harus menghormati mbah. Harus sayang juga sama ayah.

Bunda tidak akan menuntut Rafi menjadi anak yang pintar, sukses, atau memberi uang sama bunda. Menjadi anak yang soleh, rajin, dan berbakti pada orang tua, itu sudah cukup membahagiakan untuk bunda. Silahkan Rafi boleh menikmati uang hasil kerja keras Rafi sesuka hati. Tapi tetap ingat infaq dan nabung, ya nak?

Kalau boleh, bunda punya tiga permintaan untuk Rafi. Yang pertama, jadi anak sholeh. Agar doanya Rafi untuk ayah bunda dikabulkan Allah. Jangan pernah tinggalkan sholat, infaq dan amal sholeh yang lain ya, nak? Jaga diri dari lingkungan dan teman-teman yang kurang baik.

Yang kedua, bunda titip keluarganya bunda ya, nak. Tolong hormati dan perhatikan kesehatannya mbah Ummi, mbah Aing, mbah kakung, mbah Qomah, mbah ibu Ko. Tolong hormati juga pade Hang, pade Iman, pade Tiar, sama um Dayat. Mereka semua banyak jasanya sama bunda, apalagi sama Rafi. Waktu bunda hamil  Rafi, mereka yang repot mengurus dan memenuhi permintaan bunda. Karena ayah kerja di luar kota.

Yang ketiga, tolong carilah pasangan hidup yang sholehah. Benar-benar sholehah luar dalam ya, nak. Karena insya Allah wanita sholehah akan menenteramkan rumah tangga. Pilihlah juga yang sehat jasmani dan rohani. Kenapa bunda memasukkan "sehat" sebagai syarat? Karena agar dia berumur panjang, dan menemani serta mengurus Rafi hingga kalian tua nanti. Dan lihat riwayat kesehatan keluarganya juga, agar anak-anak Rafi tidak mengidap penyakit yang diturunkan oleh keluarganya. Kenapa? Agar Rafi selalu bahagia.. Bunda tidak ingin melihat Rafi sedih, karena anak Rafi sakit, misalnya. Dan jika Rafi sudah menemukan wanita yang tepat, tolong cintai, lindungi, hargai dan bahagiakan dia. Karena Rafi wajib membuat istri selalu merasa dicintai oleh suaminya.

Hanya tiga itu saja, sayang. Berat ya, nak? Bunda minta maaf.. Semampunya Rafi saja, tidak perlu memaksakan.

Bunda sayang Rafi..
Kalimat itu yang harus selalu diingat Rafi sepanjang hidup. Bukan sekedar wacana, nak,  itu tulus dari hati bunda. Hati yang degupannya pernah Rafi dengar selama 9 bulan di dalam perut bunda.

Bunda sayang Rafi..

Rabu, 09 Oktober 2013

Mencari Mba Fitri..



Mba Fitri.. Ah, aku lupa siapa nama panjangnya. Dia seumuran denganku, yaitu kelahiran tahun 1990, tapi satu angkatan di atasku. Aku mengenalnya dari seorang teman yang mengajakku untuk les dengan mba Fitri sebagai gurunya. Kalian tahu? Dia pintar sekali. Karena saat itu posisiku akan segera menghadapi ujian nasional, jadi lesnya difokuskan pada 3 mata pelajaran saja.
Mungkin ini bedanya diajar oleh guru yang seperti menjadi teman. Di samping karena dia seumuran denganku, dia juga menerapkan cara mengajar yang mudah diterima. Aku dengan mudah menangkap penjelasan darinya, yang saat di sekolah tidak kumengerti sama sekali.
Bersama dua temanku, kami bertiga datang ke kostan mba Fitri setiap malam dari Senin sampai Kamis. Dari pagi sampai siang dia  bekerja di sebuah pabrik di kotaku. Dan malamnya mengajari kami bertiga. Untuk sebuah pekerjaan menylurkan ilmu, nominal yang dia terima saat itu terbilang tidak pantas. Meskipun begitu, dia tetap maksimal memberikan kami pengarahan.
Selain ketiga mata pelajaran utama, dia juga tidak menolak saat kami minta bantuan mengerjakan PR mata pelajaran lain. Hanya satu pelajaran yang tidak bisa dia bantu, yaitu Akuntansi. Tentu saja, karena dia beda jurusan dengan kami saat SMK dulu. Tapi jangan salah, dia membantu kami menyampaikan presentasi saat sidang Tugas Akhir. Bagaimana cara agar tidak gugup, cara mengambil hati penguji, dan dia meminjamkan semua jasnya kepada kami bertiga.
Aku masih ingat betul hari itu, hari saat kami akan sidang Tugas Akhir. Sehabis sholat Subuh aku dan kedua temanku sudah berada di kostan mba Fitri. Mba Fitri yang menyiapkan penampilan kami agar layak mengikuti sidang. Dia mendandani kami memakai make-up pribadinya. Tidak semenor saat akan pergi ke kondangan memang, tapi sangat membantu kami dalam hal percaya diri. Dan saat kami selesai, barulah dia berangkat kerja.
Sidang Tugas Akhir lancar, UN pun kami bertiga lulus dengan nilai yang di luar dugaan. Saat pengumuman, hal pertama yang langsung kulakukan adalah memberi kabar pada mba Fitri. Begini isi smsku waktu itu, “Mba Fitri, murid-muridnya mba lulus semua. Terimakasih bimbingannya selama ini.” Dan dia membalas, “Alhamdulillah, mba ikut seneng kalo gitu.”
Ya, itu terakhir kalinya aku mengirim pesan padanya. Aku lupa pada mba Fitri karena kesibukanku waktu itu. Daftar kuliah ke luar kota, ikut ujian seleksi masuk, dan kesibukan lainnya.
Lalu mengapa tiba-tiba aku ingat padanya? Sederhana saja. Murid lesku yang baru saja lulus SD, sekarang tidak ikut les lagi di rumahku. Karena memang aku hanya menerima les untuk murid SD. Aku merasa dilupakan oleh ketiga muridku. Satu perempuan , dan dua laki-laki. Suatu hari aku berpapasan dengan salah satu dari mereka. Dan, dia tidak menyapaku. Dua murid yang lain, tidak pernah lagi menanyakan kabarku. Aku bertanya kepada diriku sendiri, “Mengapa hatiku sesakit ini?”
Berawal dari kejadian itulah, aku ingat mba Fitri. Mungkinkah mba Fitri merasakan hal yang sama sepertiku? Bahwa sekedar sapaan pun begitu berarti bagi seseorang. Tapi kami menanyakan kabarnya pun tidak.
Melalui tulisan ini, aku berharap siapapun yang mengenal mba Fitri, tolong sampaikan pesan ini untuknya. Sebagai petunjuk, aku akan memberi informasi yang aku tahu darinya. Dia sebenarnya orang Semarang, tapi berkerja di pabrik obat nyamuk di kotaku, kota Tegal. Dia kelahiran tahun 1990, tapi lulus SMK tahun 2007. Dia bersekolah di SMK Farmasi di Semarang. Rambutnya panjang, kulitnya putih, wajahnya agak mirip Titi Kamal (ini serius, aku dan dua temanku bepikiran hal serupa), dan bicaranya sedikit cadel, hanya sedikit. Saat dia di Tegal, dia tinggal di kostan dekat komplek Universitas Pancasakti Tegal. Untuk yang mau membantu, sebelumnya aku ucapkan terima kasih.

Mba Fitri, ini Fatma. Masih ingat tidak? Terima kasih untuk satu tahun kebersamaan kita dulu mba. Terima kasih atas ilmu yang mba berikan untuk kami. Terima kasih untuk bantuan mba dulu saat kami mau ujian. Terima kasih juga untuk beberapa curhat dari kami yang kadang ikut terselip. Hehe..
Maafin aku mba.. Aku tidak berniat sama sekali untuk melupakan mba Fitri. Nomor ponsel yang ada nomor mba Fitrinya, sudah hangus. Dan tidak tahu kenapa, aku yakin mba Fitri sudah tidak di Tegal lagi. Beberapa hari ini aku sering lewat depan kostan mba Fitri, tapi ragu mau masuk. Dari luar aku perhatikan, orang-orang yang keluar masuk dari sana bukan teman-teman mba Fitri dulu. Awalnya aku berniat bertanya pada yang tinggal di sana tentang keberadaan mba Fitri, tapi mungkinkah mereka kenal mba Fitri?
Maafin aku dan teman-teman ya mba? Kami tidak sekalipun mengunjungi mba Fitri semenjak kelulusan. Mba Fitri pasti kecewa, ya? Tiba-tiba aku kangen mba Fitri. L Kalau mba baca tulisanku ini, respon aku, ya mba? Aku ingin tahu kabar mba. Semoga mba baik-baik saja di mana pun mba berada. Semoga mba bahagia di sana. Aamiin..

Minggu, 22 September 2013

17 Oktober 2013



Tahun 2008, tahun di mana aku melepas identitas sebagai pelajar SMK. Tahun yang menjadi awal kehidupan baruku. Tahun di mana aku mengenalnya. Bukan, dia bukan teman sekelas atau sekolahku. Berawal dari sebuah syukuran atas lulusnya semua teman sekelasku, kami mengadakannya di rumah seorang teman. Perlu diketahui, mayoritas siswa di sekolahku adalah perempuan. Dan di kelasku, semuanya perempuan, yang tentu saja tidak ada yang bisa menyalakan api unggun.
Kemudian teman-teman pria di sekitar rumah temanku, datang membantu. Tidak, dia tidak ada di antara pria-pria itu. Sampai saat itu, aku belum mengenal wajahnya. Keberadaannya di dunia ini pun aku belum tahu.
Hingga beberapa hari setelah itu, sebuah nomor asing meneleponku. Dia mengaku salah satu tetangga temanku, pun mengenai ketiadaannya di acara itu. Jadi aku belum melihat seperti apa wajahnya, demikian pula dengannya. Tapi jangan mengira saat itu aku mengobrol lama dengannya. Seorang teman merebut ponselnya, menanyakanku mengenai temanku yang malam itu juga hadir di acara yang kuhadiri. Kemudian mereka mengobrol cukup lama dengan tidak menggunakan ponsel mereka sendiri. Hanya sampai seperti itu obrolan awalku dengannya.
Awal yang sederhana..
Tapi dari awal pun kami sudah memiliki perbedaan. Aku bersekolah di sekolah perempuan, sementara dia di sekolah pria, bukan SMA. Awalnya pun kami sudah berbeda.
Kami berkomunikasi melalui ponsel untuk beberapa minggu. Saling mengenal dan saling menggali informasi. Hingga rasa itu sudah tidak dapat terbendung lagi. Rasa ingin bertemu, rasa ingin saling menatap, rasa ingin mengobati penasaran ini. Dia mengajakku bertemu.
Suatu siang setelah pembagian ijazah, dia berjanji akan datang ke sekolahku. Dia menungguku di gerbang sekolah. Dan beberapa saat menunggu, aku menghampirinya setelah memastikan keberadaannya. Kulihat dia duduk di taman pinggir jalan, masih memakai seragam SMK sepertiku, ditambah jaket kain warna hitam. Agak terkejut karena saat melihatku mendekat, dia bangun, buru-buru memakai helm, dan menaiki motornya. Menurut kalian, apa yang ada di pikiranku? Aku pikir dia akan pergi begitu saja, karena mungkin aku tidak seperti yang dia harapkan secara fisik.
Entah perlu diketahui atau tidak, saat itu dunia maya belum setenar sekarang. Ponselku waktu itu saja masih tipe 3315. Jadi remaja-remaja saat itu belum bisa menyelidiki atau stalking akun sosial media gebetannya.
Aku berniat akan masuk kembali ke sekolahku, jika dia benar-benar menjalankan motornya pergi dari tempat itu. Tapi ternyata tidak. Begitu kami sudah dekat, dia menyodorkan helm padaku. Lalu apa yang dia katakan? Tidak ada. Dia bahkan tidak menyuruhku naik ke motornya. Dan saat aku sadar, tiba-tiba aku sudah duduk di belakangnya. Apa-apaan ini?
Awal yang random..
Untuk beberapa saat kami hanya saling diam. Sampai mungkin dia tersadar, dia bertanya, “Kita mau ke mana?”. Dan tentu saja kalian sudah bisa menebak jawabanku, “Tidak tahu.”
Setelah beberapa kilometer perjalanan yang kami tempuh, dia menghentikan motornya di sebuah warung bakso terkenal di kotaku. Terkenal karena ukurannya yang besar. Di warung inilah obrolan kami mengalir dengan sendirinya. Kebekuan mulai mencair dan suasana perlahan menghangat. Bertukar cerita mengenai masa-masa SMK yang sebentar lagi akan kami tinggalkan.
Di tengah aku masih menikmati semangkuk baksoku, dia sudah membalikkan sendok miliknya. Masih ada baksonya, dia hanya menghabiskan separuhnya. Di sini aku dilema. Jika aku habiskan bakso di hadapanku, malu, nanti dia tahu makanku banyak. Tapi aku lapar, tadi pagi tidak sarapan. Lalu aku putuskan untuk menghabiskannya saja. Terserah dia akan berpikiran apa, mubadzir juga, sayang. Sementara di Afrika sana masih banyak anak-anak yang kelaparan. Masa di sini aku malah membuang makanan? :”>
Setelah makan, syukurlah dia tidak membahas masalah porsi makanku. Haha.. Dia kemudian mengantarku pulang, sampai depan rumahku. Kutawarkan masuk, tapi dia menolak. Belum sholat Dhuhur, itu alasannya. Sampai di sini awal perjumpaan kami.
Awal yang biasa saja..
Hari-hari berikutnya, dilanjutkan dengan semakin intensnya kami berkomunikasi. Dan di suatu siang, sekitar dua minggu setelah pertemuan pertama kami, dia mengirimku pesan.
“Aku mau ke Tangerang, diterima kerja di sana. Dan ini sudah sampai di Brebes. Maaf, ya, belum sempat menemuimu lagi. Tadi ingin mampir, tapi nggak tahu kenapa, nggak tega pamit sama kamu. Doakan aku selamat, ya?”
Seperti itu! Aku membeku untuk beberapa saat. Dan tanpa disadari air mataku jatuh. Terkadang sulit memahami diriku sendiri. Aku memang membenci perpisahan. Aku benci ditinggalkan. Tapi kali ini aku menangis untuk pria yang baru sekali aku temui.
Awal yang aneh..
Saat kepulangannya yang pertama, dia menyatakan perasaannya terhadapku. Dan, untuk apa aku menolaknya jika aku memiliki perasaan yang sama. Perasaan sedih saat ditinggalkannya merantau, perasaan rindu saat kami berjauhan, dan perasaan ingin saling melengkapi.
Awal yang mudah..
Sudah bisa ditebak bagaimana kami menjalani hubungan ini. LDR.. Tidak semudah yang kubayangkan pada awalnya. Tidak semulus yang direncanakan pada perjalanannya. Dibumbui kecurigaan dan keraguan akan masing-masing, terkadang timbul perselisihan dan perdebatan. Di pihakku yang egois dan posesif, serta terlalu santai dan menyepelekan di pihaknya.
Bahkan halangan muncul tidak hanya dari kami sendiri. Pertidaksetujuan keluarga, masalah pekerjaan, orang ketiga di kedua pihak, hingga masalah jarak yang awalnya bukan masalah berarti. Satu masalah baru saja selesai, muncul masalah yang baru. Begitu seterusnya hingga hari ini.
Lalu apa yang pada akhirnya membuat kami bertahan sampai lima tahun ini? Kepercayaan saat tidak ada masalah, dan komunikasi saat ada masalah. Karena menurutku, masalah untuk dibicarakan, bukan untuk dimenangkan. Selama kami menjalani ini, saat datang suatu masalah, yang terpenting adalah jangan mematikan ponsel. Masalah hari itu, harus diselesaikan hari itu pula. Perkara besok akan ada masalah lain lagi, tidak boleh masalah hari ini muncul lagi di esok hari. Nanti jadi ganda masalahnya. Dan itu akan semakin membuat rumit keadaan. Dan menurutku, masalah tidak akan selesai hanya dengan salah satu meminta maaf. Solusi dari suatu masalah adalah bukan kata maaf, tapi diskusi.
Lalu tentu saja, hal yang paling membahagiakan dalam hubungan kami adalah, saat dia pulang kampung. Paling cepat, kami bisa bertemu satu bulan sekali. Membosankan, banyak teman-temanku yang mengatakan seperti itu. Memang aku akui, terkadang aku juga merasakan hal itu. Di saat aku benar-benar merindukannya, sementara dia masih banyak kerjaan dan belum bisa pulang. Yang paling menyedihkan adalah saat aku sakit, dia tidak ada di sisiku. Pedih!
Tapi nyatanya kami bisa bertahan selama 5 tahun ini. Segala pedih yang terasa, terobati setelah akhirnya kami bertemu. Dan tentu saja kesempatan ini tidak kami sia-siakan. Selama dia berada di rumah, sebisa mungkin aku selalu meluangkan waktu untuknya. Dari menolak ajakan temanku untuk berkumpul bersama mereka, hingga terkadang meliburkan jadwal lesku. Dan satu lagi, vakum sementara dari dunia maya. Haha..
Pertimbanganku adalah, tidak setiap hari dia berada di dekatku. Dia saja sudah berkorban sampai ijin tidak masuk kerja, masa iya saat dia di rumah, aku malah main dengan teman-temanku. Dia memang tidak melarangku. Ini murni sikapku. Bertemu temanku bisa kulakukan kapanpun aku senggang. Semoga teman-temanku mengerti. :)
Dan jika ada yang mengatakan kami dapat bertahan lama karena banyak memiliki kesamaan, itu salah. Selain keyakinan dan tahun kelahiran yang sama, tidak ada lagi yang sama antara aku dan dia. Sifatku yang suka meledak-ledak, diimbangi sifat tenang dan dewasa darinya. Aku suka CNBLUE dan Super Junior, dia suka Green Day dan Simple Plan. Dia suka warna-warna terang, aku suka yang kalem. Dia suka mengobrol di rumah, aku lebih suka mengobrol sambil mengendarai motor. Alasannya adalah karena aku suka bau parfum yang tercium darinya saat aku duduk di jok belakang motornya. Parfum yang sama dengan yang dia pakai saat pertama kali kami bertemu.
Semuanya berbeda.. Tapi bukankah perbedaan itu indah? Perbedaan itu ada agar aku dan dia saling melengkapi.
Dan setelah semua ujian dan perbedaan tadi, inilah jawaban untuk lima tahun yang sudah kami lewati bersama. Lima tahun yang tidak mudah untuk kami jalani. Lima tahun bersama, tapi hanya sepersekian persen dari lima tahun itu di mana kami dapat bertatap muka langsung bukan hanya melalui layar mati.





Apa yang membuatku yakin bahwa dia yang terbaik? Alasannya adalah, dia mengenalku saat aku bukan siapa-siapa, saat masih pengangguran yang hanya punya ijazah SMK. Dari mulai aku menjadi pelayan toko sembako, toko besi, lalu admin di tempat laundry, kemudian di tempat pembayaran listrik, hingga sekarang aku bekerja di sebuah sekolah. Dari yang awalnya tidak ada bayangan aku akan kuliah, hingga tinggal dua semester lagi aku lulus kuliah. Dia menerimaku dari nol. Dari awal yang sederhana, menempuh perjalanan yang rumit, hingga sampai di tujuan yang indah. Insya Allah..
Dan lagi, bukankah cinta tidak memerlukan alasan? :)

Jumat, 20 September 2013

Langsir Pasti Berlalu





Di kotaku, langsir adalah sebutan untuk kereta api pengangkut bahan bakar minyak. Kereta ini paling dihindari oleh warga di kotaku, terutama aku sendiri. Kenapa? Karena langsir identik dengan macet. Ada sebuah jalanan kecil yang dilewati langsir setiap harinya, yang walaupun kecil, namun ramai dilintasi banyak kendaraan. Jalan ini menghubungkan kota dengan kabupaten walau secara tidak langsung.

Pada jam-jam tertentu, kereta ini akan keluar atau masuk dari sebuah perusahaan pengolah BBM yang beroperasi di jalan itu. Keluar masuknya tidak hanya sekedar palang kereta ditutup, lalu kereta keluar atau masuk, kemudian selesai, dan palang dibuka. Tetapi langsir ini harus maju mundur sekian kali dulu baru kemudian palang dibuka. Namanya kereta pasti panjang, kan, ya? Jadi  saat langsir diparkir di tempat ini, mungkin istilahnya gerbongnya ‘dipotong-potong’ begitu.

Misalnya saat langsir akan masuk, maka sekian gerbong masuk dulu, setelah itu sambungan dilepas, gerbong sisanya maju lagi, lalu langsir pindah jalur, mundur lagi, beberapa gerbong dilepas lagi, maju dan pindah jalur lagi, begitu seterusnya. Pernah aku menghitung sejak palang kereta ditutup sampai dibuka, lamanya setengah jam kurang sedikit. Belum lagi setelah itu harus berdesak-desakkan saat melintasi rel kereta. Karena proses lewatnya langsir ini tidak sebentar, sementara saat itu adalah jam pulang kerja, bisa dibayangkan berapa panjang macetnya.

Karena sudah cukup hapal jadwal lewatnya langsir, jadi sebisa mungkin aku menghindari lewat jalan ini jika sekiranya bersamaan datangnya si langsir. Tapi namanya manusia hanya punya rencana, sementara Allah-lah Yang Punya Kuasa. Kadang mau tidak mau harus tetap bertemu si langsir, karena memang jalan inilah yang menjadi penghubung terdekat antara tempat tujuan dan tempat tinggalku.

Lalu apa tujuan aku menulis judul ini? Tidak ada. Haha.. Aku hanya sedang ‘uring-uringan’, karena tempat-streaming-film-Korea-favorit-ku tiba-tiba gulung tikar begitu saja. Baiklah, ini tidak ada hubungannya.

Tapi jika dilihat dari sisi baiknya, langsir ini dapat melatih kesabaran. Bagaimana tidak, sekali lewat saja selama itu. Dan seberapa lamapun palang kereta ditutup, toh nantinya akan dibuka juga. Tidak mungkin palang itu tertutup selamanya. Dan lagi, saat berhenti itu, aku dapat melihat orang-orang di sekitar. Ada orang tua yang kewalahan menjawab anaknya yang bertanya ini itu mengenai langsir, ada yang kesal karena mungkin sedang buru-buru, ada remaja pria yang menggoda remaja lawan jenisnya, tapi ada juga yang tetap menikmati suasana karena bersama orang terkasih. Yang terakhir itu yang bikin nyesek. IYA, AKU LDR-AN! ADA MASALAH??? Ehmm, ehmm.. *mengendalikan perasaan*


 Palang keretanya pun tidak terlihat.

Tapi sebetulnya ada  hikmah yang dapat aku ambil dari si langsir ini. Yaitu selama apapun masalah yang kita hadapi, akan ada saatnya masalah itu selesai dan kita dapat melewatinya. Dan seberat apapun rintangan hidup yang harus kita tempuh, akan ada saatnya kita dapat melewati itu semua dan menemui jalan yang lebih lancar dan mudah. Betul tidak, ya? Ah, semoga betul.

Baiklah, ambillah yang baik-baik saja dari tulisan ini, itupun jika ada. Dan jangan ragu untuk meuliskan di kolom komentar, semua yang buruk yang mungkin tidak sengaja tersirat di dalam tulisan ini pula. Karena akan lebih baik ditegur kalian melalui komentar di dunia, dibandingkan ditegur Sang Pemilik Teguran Tertinggi di Yaumul Akhir nanti. Dadaah... *lambaikan tangan* *lanjut berangkat TPA*


#PeopleAroundUs

#Day10


Kamis, 29 Agustus 2013

Gendut, Moni dan Mr. Lee..



#CeritaDariKamar Hari ke-30

Saat akan mendapatkan satu  kebahagiaan baru, haruskah kita kehilangan kebahagiaan lain yang sebelumnya telah kita miliki? Rencana sudah matang, bahwa jika Allah mengijinkan, aku akan menikah dua bulan lagi. Tentu itu adalah sebuah kebahagiaan terbesar dalam hidupku. Tapi kemudian kenyataan memaksaku untuk melepaskan sesuatu yang selama ini telah memberikan kebahagiaan untukku.






 #CeritaDariKamarku bukanlah mengenai benda, tapi mengenai tiga makhluk yang sudah tiga tahun ini menemaniku. Entah perlu diketahui atau tidak, aku terlahir bukan dari keluarga yang hangat. Jadi saat mereka hadir dalam hidupku, sebagian kekosongan ini telah terpenuhi, di mana sebagian lagi telah dipenuhi oleh @nurizalfariz sebelumnya.

 
Mereka mengantar sampai pintu, saat aku hendak meninggalkan rumah. Memaksaku menghentikan langkah sejenak untuk sekedar membelai kepala dan mengelus perut mereka. Dan begitu mendengar suara motorku memasuki rumah, mereka sudah menunggu di depan pintu masuk. Walaupun aku tahu mereka melakukan ini karena lapar dan minta makan, setidaknya masih ada yang menungguku di rumah ini. Masih ada yang membutuhkanku, dan menanti kedatanganku. Kemudian mereka mengikuti langkahku sampai kamar, dan kami menghabiskan sepanjang hari di tempat ini. Mengusir segala penat dan lelah yang menghinggapiku setelah seharian bekerja.
Saat terbangun di tengah malam, aku menemukan mereka di dekat kakiku. Kemudian mereka menggeliat dengan wajah separuh tidur. Kemudian aku teringat kesehatanku, dan akhirnya terpaksa memindahkan mereka ke tempat yang sudah ku sediakan. Kemudian saat baru selesai mandi, melihat mereka masih tidur, gatal rasanya jika tidak menggoda. Kebiasaanku adalah mengagetkan mereka dengan bermain Cilukba. Sesaat mereka terkejut, tetapi kemudian kembali tidur setelah sebelumnya melihat wajahku dengan ekspresi datar mereka.
Tapi sekarang, tidak akan ada lagi saat-saat seperti itu. Dua hari yang lalu, saat matahari saja belum muncul, tiba-tiba rumahku kacau. Orang itu memanggil orang suruhan untuk membuang ketiga kucingku. Aku yang saat itu masih berada di kamar, tidak tahu apa yang terjadi. Kemudian si kecil Mr. Lee berlari masuk ke kamar dan langsung duduk di pangkuanku. Sementara Moni, langsung naik ke atas lemari. Beberapa saat kemudian orang itu masuk ke kamarku dengan membawa karung. Dia berniat membuang kucingku. Sebisa mungkin aku melindungi Mr. Lee dengan memeluknya erat. Aku menangis.. Tolong, dua bulan lagi saja. Tunggu sampai aku menikah.
Tidak lama terdengar suara Gendut meraung-raung. Aku kira Gendut berlari ke langit-langit rumah, karena Gendut tidak pernah mau disentuh orang lain yang tidak tinggal di rumah ini. Tapi ternyata aku salah. Di saat aku sedang melindungi Mr. Lee, ternyata Gendut sudah dimasukkan ke dalam karung. Dan suara raungannya bukan berasal dari langit-langit rumah, tapi dari dalam karung. Dan sedihnya, aku tahu Gendut sudah tidak di rumah ini baru pagi tadi.
Aku memang sudah setuju untuk membuang mereka bertiga, tapi tidak dengan cara seperti ini. Perpisahan dengan cara ini akan membuatku lebih sulit melepaskan mereka. Setidaknya biarkan aku mengucapkan selamat tinggal dan minta maaf pada mereka. Yang membuatku merasa bersalah pada Gendut adalah, malam sebelum Gendut dibuang, aku lupa memberi mereka makan. Aku kelelahan dengan kegiatan hari itu, sampai ketiduran.
Dan tadi pagi, orang yang aku kira akan membelaku, ternyata juga menghendaki mereka dibuang sekarang juga. Aku lemas, aku merasa tidak punya kemampuan untuk melawan. Hanya aku yang menginginkan mereka tetap di rumah ini. Aku bisa apa? Rumah ini bukan rumahku.
Dengan terpaksa, sore ini aku putuskan untuk merelakan Moni dan Mr. Lee juga pergi. Aku beri mereka makan lebih banyak dari biasanya. Aku perhatikan mereka dari suapan pertama sampai mereka meninggalkan piring makannya. Tidak habis, mereka sudah kekenyangan. Aku perhatikan setiap detail corak bulu mereka, agar suatu saat bertemu, aku masih dapat mengenali mereka. Aku belai perut mereka selama aku sempat, aku peluk mereka selama aku masih punya waktu.
Dan kebiasaan mereka setelah makan adalah, tidur..  Kali ini aku tidak marah mereka tidur di kasurku, untuk terakhir kalinya. Aku ambil foto mereka sebanyak aku mau, untuk terakhir kalinya. Sambil menangis aku mengucapkan selamat tinggal dan meminta maaf karena terpaksa melakukan ini. Aku mengobrol dengan mereka, untuk terakhir kalinya..
Aku  menyampaikan pada orang rumah melalui surat yang isinya begini, “Kalau kucingku mau dibuang, buang sekarang! Sebelum aku berubah pikiran lagi.” Dan, orang itu benar-benar membuangnya. Mengambilnya dari kamarku, saat mereka masih tertidur. Aku pasang headset dan pasang musik sekeras mungkin, agar tidak dapat mendengar raungan pilu mereka. Kalian tahu, sangat ingin rasanya aku bangun dari kasur dan berlari menghalangi pembuangan mereka. Tapi lagi-lagi, aku bisa apa?
Walau dengan susah payah aku mengendalikan diri, aku mencoba mengikhlaskan mereka. Setidaknya aku sudah meminta maaf dan berterima kasih untuk kebahagiaan dari mereka selama ini. Sampai hari ini, aku tidak pernah menyalakan lampu dan membuka jendela kamarku. Aku tidak sanggup melihat kamar yang dulu selalu ada mereka, kini kembali kosong. 

 
Tidak ada lagi yang bersantai di kasurku. 


Tidak ada lagi yang menemaniku nonton. 



Tidak ada lagi yang galau sore-sore di dekat jendela. 



Tidak ada lagi yang menggangguku belajar. 


 Dan tidak ada lagi yang mesra-mesraan di depanku.

Dua hari aku tidak makan di rumah, hanya makan jajan di sekolah. Dua hari aku tidak mengajak orang rumah bicara. Dua hari aku pergi dari pagi sampai malam. Dan dua hari pula aku terus menangis jika berada di kamar.
Tidak ada lagi yang bisa dipeluk, dibelai, dikagetin, dan diganggu tidurnya. Tidak ada lagi pendengar cerita yang baik, tidak ada lagi penyambut kedatanganku, dan tidak ada lagi alasan untukku cepat-cepat pulang ke rumah karena belum memberi mereka makan. Benar-benar hampa.. Mungkin aneh bagi yang melihatku sampai terpuruk seperti ini. Mereka memang hanya kucing liar. Tapi sampai begitu berharganya kucing-kucing itu untukku, mungkinkah alasannya sederhana? Entahlah..
Gendut, Moni, Mr. Lee.. Baik-baik di luar sana. Cari tempat berteduh yang aman kalau hujan. Jangan cari masalah dan jangan berkelahi dengan kucing  lain. Moni jagain Mr. Lee, ya? Jangan tinggalin Mr. Lee sendirian. Kalau lagi kenyang dan punya tenaga, cari Gendut, ya, agar kalian bersama lagi, dan sampaikan maafku untuk Gendut. Aku minta maaf terpaksa melakukan ini, kalian pasti tahu bagaimana keadaanku. Dan percayalah, rasa bersalah ini tentu akan terus menghantui seumur hidupku. Doakan pernikahanku berjalan lancar, ya. Sangat ingin sebenarnya kalian dapat menyaksikan pernikahanku, apalagi akan ada banyak hidangan kesukaan kalian. Tapi....

Aku hanya berdoa semoga kalian dapat makan yang cukup setiap harinya, dan semoga akan ada majikan baru yang bisa sangat menyayangi kalian dan menerima kalian lebih baik lagi.


Gendut.. Moni.. Mr. Lee.. Selamat tinggal..